Beberapa waktu terakhir, jagat maya kembali diguncang oleh sebuah tren yang tak hanya memikat mata, tetapi juga menggelitik rasa ingin tahu saya. Di linimasa TikTok, Instagram, hingga X (Twitter), ribuan orang ramai-ramai memamerkan figur miniatur digital yang seolah lahir dari dunia mainan koleksi profesional. Fenomena ini berawal dari peluncuran fitur terbaru Google Gemini 2.5 Flash Image, atau yang lebih akrab disebut dengan nama kode “Nano Banana.”
Teknologi ini mampu menyulap foto biasa menjadi figur miniatur lengkap dengan diorama tiga dimensi, pencahayaan dramatis, bahkan kemasan kotak ala Bandai yang membuatnya tampak seperti action figure sungguhan. Sebagai seorang pengamat, saya merasa seolah sedang menyaksikan museum mainan digital yang dibangun secara kolektif oleh jutaan tangan di seluruh dunia.
Bahasa Prompt yang Jadi Jembatan Imajinasi
Daya tarik tren ini terletak pada keragaman prompt—instruksi singkat yang diberikan pengguna kepada AI. Ada yang memilih nuansa edukatif: seorang anak dalam balutan seragam astronot atau dokter cilik, yang kerap digunakan orang tua dan guru untuk memvisualisasikan profesi impian. Ada pula prompt fantasi, yang menghadirkan figur seakan sedang berada di panggung konser, dibalut cahaya sorot, dan dikemas dengan ilustrasi ala album musik populer.
Melihatnya, saya seperti sedang mengamati sebuah bahasa baru—bahasa visual yang memungkinkan imajinasi dan teknologi saling bernegosiasi, lalu melahirkan bentuk-bentuk yang dulu hanya mungkin diwujudkan di pabrik mainan Jepang.
Asia Tenggara: Pusat Ledakan Kreativitas
Fenomena ini mencapai puncaknya di Asia Tenggara. Indonesia, Thailand, dan Filipina menjadi laboratorium kreatif di mana prompt AI ini bereksperimen. Saya menemukan bagaimana kreator Indonesia mengadaptasinya ke ranah lokal: figur jurnalis investigatif yang tegas, aktivis lingkungan yang membawa pesan perlawanan hijau, hingga tokoh budaya yang menghidupkan kembali kearifan tradisional dalam balutan digital.
Lonjakan penggunaan ini seakan menegaskan bahwa teknologi tidak lagi sekadar milik segelintir orang di Silicon Valley. Justru di pinggiran, di negara-negara dengan keberagaman budaya yang kaya, tren ini menemukan wajah-wajah baru.
Kiat dari Para Pengrajin Digital
Para kreator AI berpengalaman menyarankan beberapa langkah untuk menghasilkan figur miniatur digital yang lebih memikat:
- Gunakan skala seperti 1/6 atau 1/7 scale agar detailnya terasa nyata.
- Pilih latar kontekstual—studio musik, ruang angkasa, atau meja kerja—yang memberi cerita pada figur.
- Tambahkan kemasan bergaya mainan koleksi, lengkap dengan ilustrasi anime atau tipografi retro.
- Sesuaikan gaya visual dengan audiens: apakah ingin tampil realistis, penuh fantasi, atau justru ringan ala kartun.
Lebih dari Sekadar Tren
Bagi saya, inilah salah satu bukti paling jelas bagaimana kecerdasan buatan bukan hanya perangkat teknis, melainkan juga sebuah medium ekspresi budaya. Di balik setiap figur miniatur digital, ada kisah, ada harapan, ada identitas yang tengah dirangkai.
Tren ini mungkin akan berganti, seperti halnya tren-tren digital lain. Namun ia meninggalkan jejak: bahwa teknologi, ketika bersentuhan dengan imajinasi manusia, bisa menciptakan ruang bermain baru—sebuah diorama kolektif di mana kreativitas dan realitas berjumpa.